Kurangnya Minat Masyarakat Indonesia Terhadap Pendalaman Suatu Hukum: Bagaimana Peran Seorang Azhari?

0
23

Masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan pada tantangan pemahaman hukum yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Sayangnya, perhatian masyarakat terhadap pendalaman hukum cenderung rendah, terutama bagi mereka yang lebih mengutamakan solusi instan tanpa mendalami prinsip atau dalil di baliknya.

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi rendahnya perhatian masyarakat terhadap pendalaman suatu hukum, di antaranya adalah kesibukan dalam menjalankan kehidupan seharihari, kurangnya kesadaran akan besarnya urgensi pendalaman hukum, serta pengaruh informasi cepat dari media sosial yang mendorong masyarakat untuk mencari solusi hukum yang ringkas dan mudah dicerna. Minimnya minat masyarakat terhadap pendalaman suatu hukum ini, menjadi permasalahan serius, tak terkecuali bagi seorang Azhari.

Seorang Azhari memiliki tanggung jawab besar terhadap ilmunya. Salah satu bentuk penunaian tanggung jawab tersebut adalah dengan mengamalkan ilmu yang dimiliki melalui dakwah. Seharusnya, dakwahnya tidak hanya sebatas menyampaikan ilmu, tetapi juga memberikan pembinaan kepada masyarakat tentang pentingnya memahami suatu hukum secara mendalam.

Kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas seorang Azhari membuka peluang lebih besar untuk mengatasi tantangan, seperti pola pikir instan yang sering kali menjadi hambatan dalam memahami hukum secara komprehensif. Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, rendahnya perhatian masyarakat Indonesia terhadap pendalaman suatu hukum menjadi sebuah tanggung jawab bagi seorang Azhari. Dalam konteks ini, seorang Azhari dituntut untuk memberikan pemahaman hukum yang mendalam dan relevan kepada masyarakat Indonesia, sehingga mereka dapat lebih memahami dan mengaplikasikan hukum secara benar dan bijak.

Dalam islam, hukum memiliki peran penting untuk kehidupan manusia, karena berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, baik ibadah, akhlak, maupun muamalah (hubungan sosial, ekonomi, dan lainnya). Maka, pemahaman yang mendalam terhadap suatu hukum tidak kalah pentingnya, agar hukum tersebut tidak hanya sekedar dipatuhi secara formal, tapi juga dimaknai sebagai panduan untuk lebih maksimal dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan syari’at Allah SWT. Pemahaman terhadap suatu hukum secara mendalam, setidaknya memiliki tiga manfaat utama.

Pertama, seseorang dapat menghindari kesalahan dan penyimpangan dalam pelaksanaan ibadah akibat ketidaktahuan. Misalnya, dalam masalah niat salat. Tidak sedikit masyarakat beranggapan bahwa membaca niat salat harus dengan suara yang keras agar sah. Padahal, niat adalah amalan hati dan tidak perlu diucapkan secara keras. Kedua, menerapkan prinsip Maqasid Syari’ah 1 (tujuan utama syari’ah) untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, menjaga sikap dalam bermuamalah. Dalam aspek muamalah, hukum islam memberikan panduan tentang pengelolaan harta, trsansaksi yang halal, serta hubungan individu sesama manusia, sehingga mencegah terjadinya konflik. Selain itu, islam juga menekankan pentingnya sebuah kejujuran, seperti tidak melakukan penipuan ketika transaksi jual beli, menepati janji, dan menjaga hak-hak orang lain. Misalnya, dalam transaksi jual-beli, seorang penjual wajib mendeskripsikan kondisi barang dagangannya dengan benar dan jujur, sehingga tidak terjadi kerugian terhadap pembeli.

Oleh karena itu, memahami hukum Islam secara menyeluruh bukan hanya kewajiban, tapi juga kebutuhan agar kehidupan manusia senantiasa berada dalam koridor syari’at yang tujuannya adalah kebaikan dunia dan akhirat. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kurangnya pemahaman hukum yang mendalam dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, salah satunya menyebabkan kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penerapan hukum.

Kekeliruan dalam menafsirkan suatu hukum misalnya dalam masalah bagian warisan untuk perempuan. Beberapa pihak menganggap bahwa perempuan hanya menerima separuh dari harta waris dibanding laki-laki sebagai bentuk diskriminasi. Atas dasar ini mereka beranggapan bahwa islam menjadikan perempuan sebagai manusia nomor dua di bawah lakilaki. Padahal sebenarnya, dalam hukum islam, pembagian warisan mempertimbangkan tanggung jawab keuangan. Laki-laki memiliki tanggung jawab nafkah lebih besar, sehingga pembagiannya lebih besar. Namun, dalam beberapa situasi perempuan juga bisa mendapatkan lebih jika menjadi satu-satunya ahli waris (Asy-sya’rowi, 1990). Contoh ini hanyalah salah satu dari banyak kasus lainnya. Permasalahan seperti ini harus segera diselesaikan untuk mencegah timbulnya lebih banyak kesalahan dan kekeliruan dalam memahami dan menerapkan hukum islam.

Dalam menyikapi rendahnya minat masyarakat terhadap pendalaman hukum, seorang Azhari dapat melalukan strategi dakwah yang inklusif dan kontekstual. Misalnya, dengan cara mengembangkan karya ilmiah seperti menulis buku, artikel, atau esai yang membahas pendalaman hukum. Karya-karya ini bisa menjadi referensi yang dapat diakses masyarakat luas untuk memahami hukum islam dengan lebih baik.

Contoh tokoh yang berdakwah melalui tulisan adalah Ibnu Khaldun, beliau mengembangkan karya ilmiah dalam bidang sosiologi dan sejarah sebagai bagian dari dari dakwah. Selain ibnu Khaldun ada sosok kiai Hasyim Asy’ari yang produktif menulis, salah satu karyanya adalah Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah. (Kuswandi, 2016).

Selain strategi mengembangkan karya ilmiah, cara berdakwah seorang Azhari bisa dengan mengadakan kegiatan diskusi interaktif seperti seminar dan pelatihan untuk mengedukasi masyarakat tentang hukum islam. Dengan pendekatan ini, masyarakat diajak untuk memahami hukum secara aktif. Selanjutnya strategi dakwah juga bisa menggunakan strategi kolaborasi dengan tokoh atau organisasi keagamaan seperti NU atau Muhammadiyah. Dengan strategi kolaborasi seperti ini membuat penyampaian pesan lebih efektif serta menjangkau sasaran lebih luas.

Walakhir, dapat disimpulkan bahwa seorang Azhari memiliki peran penting dalam berdakwah kepada masyarakat Indonesia, terutama dalam memberikan pemahaman hukum yang mendalam dan relevan. Di sinilah peran kita sebagai Azhari sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, usaha yang dapat kita lakukan dari sekarang, sebagai bentuk persiapan untuk berdakwah adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan senantiasa memperbaiki diri. Dengan begitu, ketika tiba saatnya untuk terjun ke masyarakat, kita telah memiliki bekal yang matang.

Oleh: Ananda Putri Aqila

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here