Islam merupakan agama penengah dan rahmatan lil alamin bagi seluruh penduduk muka bumi, tidak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika Kota Samarinda, saat ini ada lebih dari 207 juta muslim di Indonesia, mencapai persentase 87,2 persen1 dari total jumlah penduduk di Indonesia. Memang jumlah yang besar, akan tetapi dalam pengimpelemntasian nilai-nilai syariah yang merupakan inti dari agama islam itu sendiri masih menjadi suatu problem yang harus diperbaiki. Bagaimana tidak, masih banyak terjadi perbuatan-perbuatan tercela dan dilarang oleh agama, seperti banyak terjadi pembunuhan, perzinahan, dan konsumsi makanan atau minuman yang jelas keharamannya.
Hal ini disebabkan karena tidak adanya tokoh agama yang menjadi role model dan kurangnya perhatian mereka dalam mengedukasi dan memberitahu bagaimana cara mengimplementasikan nilai-nilai yang sepatutnya terimplementasikan. Maka dari itu, esai ini akan membahas secara luas dan komprehensif peran mahasiswa Al-Azhar dalam implementasi nilai-nilai syariah di Nusantara. Tidak lain tidak bukan bertujuan sebagai bahan observasi dan penelitian terkait metode dakwah strategis nan tepat di Nusantara.
Mahasiswa secara etimologi terdiri dari kata maha dan siswa, maha disini bermakna yang tertinggi atau agung, dan siswa sebagaimana yang kita tahu adalah pelajar. Secara terminologi, mahasiswa adalah seseorang yang terdaftar di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri yang mengikuti semester berjalan dan tau akan hak dan kewajibannya.2 Maka dapat disimpulkan, mahasiswa adalah tingkatan tertinggi seorang pelajar, yang terikat pada suatu perguruan tinggi dan menjalankan kewajibannya untuk menuntut ilmu.
Ilmu dapat berupa ilmu apa saja, termasuk di dalamnya ilmu agama. Tidak sedikit pelajar dan mahasiswa Indonesia yang mengarungi samudera ilmunya di bidang agama, Universitas Al-Azhar Kairo merupakan salah satu bukti nyatanya. Tercatat, pada tahun 2024 jumlah mahasiswa Indonesia yang menimba ilmu di negeri para nabi ini berkisar pada angka 14 ribu. Metode pembelajaran yang menggabungkan antara jami’ dan jamiah, dan manhaj wasathi yang dipegang teguh oleh Al-Azhar juga merupakan faktor utama besarnya minat pelajar dan mahasiswa dari Indonesia maupun negara lainnya untuk menimba ilmu di negeri kinanah ini.
Mahasiswa Al-Azhar dengan peluang mendapatkan ilmu yang terbuka lebar, dan prinsip wasathi yang dipegang teguh sudah seyogyanya ketika kembali ke Indonesia dapat mengedukasi orang-orang sekitarnya terkait ilmu agama apapun itu bentuknya. Sudah seyogyanya pula nilai-nilai syariah yang diperoleh empat tahun lamanya (untuk durasi normal sarjana) dapat diemplementasikan di wilayah atau lingkungannya sendiri.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu: (yang artinya “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (H.R. Bukhari [ بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آیَة ] 2F 3 . Hadis tersebut mengisyaratkan kepada kita untuk menyampaikan ilmu dengan pemahaman yang baik, walau ia hanya satu hadis saja. Seseorang yang menyampaikan sebuah ilmu tanpa kapabilitas untuk menyampaikan ilmu tersebut justru akan merusak makna sebenarnya dari yang harusnya disampaikan. Hal ini berdampak besar apabila yang mendengar adalah orang awam yang tidak atau baru mempelajari ilmu agama, karena dapat menyesatkan dan menimbulkan kerancuan pada ilmu-ilmu Allah.
Oleh karena itu, mahasiswa Al-Azhar yang sudah sepatutnya memiliki kapabilitas dan kemampuan yang tepat untuk menyampaikan ilmu agama memiliki peran yang sangat krusial. Kemampuan dakwah, public speaking, adaptif, dan mengikuti perkembangan zaman merupakan elemen yang tidak dapat dipisah guna menyampaikan ilmu agama secara efektif kepada masyarakat.
Salah satu tokoh agama yang memiliki kemampuan diatas dan dapat dijadikan contoh adalah Ustadz Hanan Attaki atau disingkat UHA, lulusan universitas Al-Azhar tahun 2004 itu merupakan contoh baik dan implementasi nyata dari kemampuan adaptif dan mengikuti perkembangan zaman. Karena dalam perjalanannya berdakwah di Indonesia UHA menggunakan metode-metode dakwah yang tepat, dengan menargetkan audiens utama nya pada anak muda, UHA menggunakan bahasa gaul dan eksis dalam dakwahnya, ia juga berpenampilan dengan ciri khas tidak seperti ustadz pada umumnya, mengenakan celana jeans, kemeja, dan topi.
Hal ini berdampak baik karena masyarakat akan lebih terbuka dan mau menerima apa yang disampaikan karena merasa merupakan bagian dari entitas tersebut. Maka, apabila materi telah tersampaikan dengan baik, masyarakat akan faham dan mulai mengimplementasikan nilai-nilai syariah yang sesuai pada kehidupan sehari-harinya. Nilai-nilai syariah yang seharusnya diemplementasikan ini juga harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, dan menjadikannya prinsip dalam hidup semua orang muslim di dunia.
Hal ini memang tidak mudah, perlu dilakukan pengawasan dan perlu adanya role model untuk dijadikan patokan. Karena pada situasi ini masyarakat masih belum memiliki keyakinan yang kuat untuk terus menerapkan nilai-nilai syariah pada kehidupan sehari-harinya. Keyakinan yang belum kuat pada masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai syariah yang seharusnya diterapkan juga merupakan salah satu akibat dari kurangnya komitmen dan konsistensi para penyiar agama untuk terus menyebarkan apa yang baik untuk agamanya. Karena untuk merubah suatu kebiasaan dibutuhkan komitmen dan konsistensi yang terus dilakukan serta semangat dan grit yang kuat, sehingga seiring berjalannya waktu perubahan itu akan terlihat dan masyarakat tidak merasakan asing terhadap manifestasi-manifestasi dari nilai syariah yang diterapkan ditengah lingkungannya.
Mahasiswa Al-Azhar dengan ilmu dan kemampuannya tidak bisa dipandang sebelah mata, manhaj wasathi yang diperoleh dari sumber pendidiknya: Al-Azhar, merupakan tonggak utama penyebaran moderasi beragama dalam islam di Indonesia, yang juga merupakan harapan dari negara serta agama. Tentu dalam perjalanannya, mahasiswa Al-Azhar memiliki tantangan bagaimana menghadapi masyarakat Indonesia yang dinamis dan beragam, maka bukan hanya ilmu absolut saja yang perlu dikuasai, pendekatan sosial yang tepat dan soft skill lainnya sangat dibutuhkan ketika terjun di masyarakat nanti. Maka dengan memenuhi elemen-elemen yang diperlukan, mahasiswa Al-Azhar bukan hanya memiliki peran yang strategis untuk mengimplementasikkan nilai-nilai syariah di Nusantara, tetapi juga dunia.
Oleh : Muhammad Faiz Rabbani