Urgensitas Kontribusi Alumni Al-Azhar di Indonesia

0
27

Di zaman sekarang, kita sering melihat agama-agama penuh dengan taklid buta. Sebaliknya, Islam hadir sebagai pencerah bagi agama-agama tersebut. Sebagaimana yang ditekankan oleh Imam al-Ghazali dalam karyanya Ihya Ulumuddin, bahwa mencari kebenaran melalui penalaran merupakan suatu hal yang penting. Bukan sekedar mengikuti ajaran tanpa pertimbangan yang kritis. Seperti halnya, firman Allah SWT yang mengajak hambanya untuk berpikir di surah yunus ayat 24. Pada akhir ayat tersebut berbunyi “ demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan kami) kepada orang yang perpikir”.

Segala hal yang disyariatkan Islam memiliki alasan dan pengaruh terhadap diri umatnya. Salah satuh contohnya salat, kebanyakan orang berfikir salat hanyalah ibadah ceremonial yang dilakukan seorang hamba terhadap tuhannya. Tak jarang pemikiran ini datang dari diri seorang muslim sendiri. Begitupun pertanyaan yang lahir untuk diri mereka sendiri, seperti apa sebenarnya dampak salat terhadap kita? Jurnal Excelencia dengan judul “Mengungkap Rahasia Kedahsyatan Gerakan Shalat Bagi Kesehatan Tubuh” membahas tentang manfaat yang diperoleh dari salat. Di dalam jurnal tersebut menerangkan bahwa sholat memberikan pengaruh yang baik terhadap sistem saraf, detak jantung dan keseimbangan emosional seseorang.

Dari penjelasan di atas, kita tersadar sebenarnya Islam menjaga kesehatan umatnya sekaligus memberikan pahala, Bayangkan, agama mana yang memiliki konsep apik sejak 1400 tahun lalu. Di saat ilmu kedokteran belum berkembang seperti sekarang. Islam sudah mengambil langkah konkrit untuk menjaga kesehatan pengikutnya.

Dari sini, salat terbukti keajaibannya dengan segala konsep yang ada. Nahasnya, di Indonesia yang populasi umat muslimnya berjumlah 87,8% jiwa. Hanya 38,9% jiwa yang menunaikan salat dari sekian jumlah total jiwa. Kejadian tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan di benak kita saat mengetahui persentase ini. Mengapa hanya 38,9% umat muslim di Indonesia yang mengerjakan salat? dan siapa yang bertanggung jawab untuk menanggulangi realita tersebut?

Jawaban untuk pertanyaan pertama sangat beragam, bisa terjadi dari faktor keluarga, pertemanan, lingkungan, dan peristiwa. Permasalahan ini memang rumit dan penuh dengan ketidakpastian. Namun, siapa yang bertanggung jawab atas kemerosotan laku peribadatan ini. Tentunya, realita ini menempel kepada orang yang paling mengerti perihal hukum salat itu sendiri. Termasuk orang yang cakap dan paham terhadap Islam dan segala keajaibannya, seperti seorang ulama. Ataupun kita yang menempuh pendidikan di al-Azhar yang sudah semestinya menyebar mata air ilmu keislaman sehingga airnya bisa diteguk oleh setiap umat muslim yang ada di Indonesia.

Seperti halnya dakwah Nabi di zaman dulu, dengan banyaknya umat yang menyembah berhala. Nabi mengawali fokus dakwahnya pada aqidah terlebih dahulu, guna membersihkan kepercayaan paganisme dari tubuh umat bangsa Arab kala itu. Bedasarkan contoh tersebut, para alumni al-Azhar dapat memulai cara dakwahnya dengan melihat kondisi lingkungan sekitar. Semacam menggunakan hadis Nabi yang menyatakan salat adalah tiang agama. Kemudian digambarkan seperti bangunan kuat yang perlu pondasi tiang dengan kokoh.

Ketika masalah sudah ditemukan kemudian fokus sudah ditentukan, lantas apa yang bisa dilakukan para lulusan kampus timur tengah yang terkenal megah dengan keilmuannya? Pertama, jadilah contoh yang baik, karena umat akan senantiasa membaca dan meniru perilaku pendakwahnya. Dan jadilah pribadi yang menerapkan apa yang dirirnya sampaikan, jangan sampai ucapan mendahului perilaku, jangan sampai ucapan menyelisihi perilaku dan jangan sampai ucapan mengkhianati perilaku.

Kedua, memperhatikan anak kecil dan jangan melarang mereka untuk pergi ke masjid sekalipun untuk bermain. Sekalipun mereka nanti berisik dan membuat kekacauan, tegurlah dengan lemah lembut sebagaimana Nabi dahulu berlemah lembut terhadap anak-anak. Sebab, merekalah yang kelak menjadi penerus ulama di masa depan.

Ketiga, perhatikanlah para pemuda yang penuh semangat belajar. Di dalam dada mereka terdapat api. Jika tidak diarahkan oleh para ulama, api itu akan menghanguskan diri mereka sendiri. Terbukalah dengan setiap pertanyaan yang diberikan oleh para pemuda. Mereka sering kali aktif di berbagai organisasi, mencari uang dan mencari cinta. Katakan pada mereka bahwa organisasi haruslah ditopang dengan manajemen waktu yang baik, katakan pada mereka bahwa uang akan lebih terasa banyak jika diiringi dengan rasa syukur dan sedekah, katakanlah cinta yang sebenarnya hanyalah cinta karena Allah SWT.

Keempat, menyampaikan contoh perilaku baik kepada masayarakat yang sudah menjadi Bapak dan Ibu di keluarga. Sebab seorang anak akan mengikuti perilaku kedua orang tuanya dan seorang anak akan mengikuti tutur kata orang tuanya. Dengan memberikan pemahaman yang baik sesuai ajaran, kehidupan keluarga akan lebih terasa harmonis. Apabila kesempatan untuk menyampaikan pemahaman tersebut tak kunjung datang, maka jadilah pendakwah yang menyebarluaskan dan menerapkan di depan mata masyarakat.

Andai kita semua mengerti bahwa Islam memiliki sebuah madrasah diniah dan banyak umat muslim di Indonesia sering mengikuti madrasah ini. Bahkan madrasah ini tidak kenal usia, semua kalangan diperbolehkan untuk mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru di madrasah ini. Di sana semua duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Madrasah tersebut adalah masjid. Di sinilah air segar yang disebar ulama diteguk oleh umat Muslim. Setiap para ulama diberikan kesempatan mengajar di masjid, mereka wajib memanfaatkan kesempatan mengajar dengan baik dan benar. Dengan kurikulum yang terus berjalan sehingga perlahan-lahan masalah-masalah yang timbul di umat Islam Indonesia terselesaikan.

Demikianlah serentetan keajaiban agama ini, demikianlah serentetan realita umat ini, dan demikianlah kewajiban para alumni al-Azhar yang menjadi penerus ulama di Indonesia. Karena setiap ilmu yang sudah Azhary pelajari lazim diamalkan dan alangkah baiknya disebarluaskan kepada masyarakat. Jangan menjadi seorang Azhary yang ingin melepas diri dari ajaran guru-gurunya, bahkan melepas pandangan dari perkembangan hidup di sosial.

Oleh : Muhammad Nashirudin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here